Ancaman Siber Iran Bayangi Lingkaran Dekat Donald Trump: 100 GB Email Siap Dibocorkan
Kuala Kuru – Isu keamanan siber Amerika Serikat kembali memanas setelah sekelompok peretas yang mengaku berafiliasi dengan Iran mengklaim telah mengakses dan menyimpan sekitar 100 gigabyte data email pribadi dari tokoh-tokoh dekat Presiden AS Donald Trump. Kelompok yang menyebut dirinya “Robert” itu mengungkapkan ancamannya melalui wawancara daring dengan Reuters pada
Kelompok Robert mengklaim telah memperoleh akses ke email sejumlah tokoh penting, seperti Kepala Staf Gedung Putih Susie Wiles, pengacara Trump Lindsey Halligan, penasihat politik Roger Stone, hingga Stormy Daniels, bintang film dewasa yang pernah terlibat kasus hukum dengan Trump. Mereka menyebut memiliki dokumen-dokumen sensitif yang bisa mengungkap komunikasi internal dan transaksi keuangan yang belum diketahui publik.
“Kami mempertimbangkan untuk menjual sebagian materi ini,” ungkap salah satu anggota kelompok Robert, tanpa memberikan detail lebih lanjut mengenai pihak yang mungkin menjadi pembeli ataupun isi lengkap dari email tersebut.
Dokumen Rahasia: Keuangan, Politik, dan Skandal
Reuters sebelumnya telah mengautentikasi beberapa dokumen bocoran yang dirilis kelompok ini selama masa kampanye pemilihan presiden AS 2024. Di antara materi yang telah tersebar, terdapat informasi mengenai pengaturan keuangan antara Trump dan pengacara dari Robert F. Kennedy Jr, yang saat ini menjabat sebagai Menteri Kesehatan dalam kabinet Trump.

Baca Juga : Klasemen F1 2019 Usai Bottas Menangi GP Australia
Dokumen lain mengungkap diskusi internal tim kampanye terkait calon dari Partai Republik, termasuk strategi negosiasi penyelesaian kasus Stormy Daniels. Meskipun bocoran tersebut sempat memicu kehebohan di media, pengaruhnya terhadap hasil pemilu saat itu tergolong minim. Donald Trump tetap berhasil memenangkan masa jabatan keduanya.
Reaksi Pejabat AS dan Iran Bungkam
Jaksa Agung AS Pam Bondi menyebut tindakan kelompok Robert sebagai “serangan siber tidak bermoral” dan mendesak aparat federal meningkatkan perlindungan terhadap sistem komunikasi pejabat pemerintah.
“Ini bukan sekadar pelanggaran privasi. Ini adalah upaya untuk mengacaukan demokrasi dan menciptakan ketidakpercayaan publik,” tegas Bondi.
Sementara itu, Halligan, Stone, dan perwakilan Daniels belum memberikan komentar atas kabar kebocoran email ini. Misi Iran di PBB juga belum memberikan tanggapan atas tuduhan tersebut. Teheran selama ini selalu membantah terlibat dalam aksi spionase digital terhadap AS, meskipun sejumlah laporan intelijen AS menyebut Iran sebagai salah satu aktor aktif dalam konflik siber global.
Sinyal Bahaya untuk Demokrasi Digital?
Ancaman dari kelompok Robert ini menyiratkan risiko baru dalam era politik digital. Data pribadi, komunikasi kampanye, hingga dokumen keuangan kini menjadi senjata baru dalam medan pertempuran geopolitik dan pengaruh global.
Apabila kelompok ini benar-benar merilis semua data, maka bukan hanya Trump yang akan terdampak, tapi juga kepercayaan publik terhadap integritas sistem demokrasi AS.
Ancaman ini menjadi pengingat bahwa di era siber, pertahanan digital sama pentingnya dengan pertahanan militer. Dan jika tak ditanggapi serius, bukan tak mungkin kampanye 2028 kelak akan lebih banyak diwarnai oleh bocoran data daripada debat kebijakan.















