Breaking News
Fakta peristiwa aktual yang terjadi di wilayah Indonesia, seperti bencana alam, kecelakaan, atau keputusan politik penting.
BRIMO BRIMO BRIMO BRIMO

Pendidikan Terpinggirkan? SD di Gunung Mas Harus Belajar di Ruang Tak Layak

BRIMO

Memilukan! Siswa SDN-1 Tumbang Lampahung Belajar di Ruang Seng, Harapan akan Sekolah Layak Masih Menggantung

Inews Kuala Kurun- Di tengah gencarnya pembangunan infrastruktur pendidikan di berbagai daerah, potret memilukan justru terlihat di SDN-1 Tumbang Lampahung, Kecamatan Kurun, Kabupaten Gunung Mas. Di sekolah ini, siswa kelas V harus menjalani proses belajar-mengajar di sebuah ruangan darurat berdinding seng dan tanpa ventilasi memadai.

Ruang belajar yang digunakan bukanlah ruang kelas ideal sebagaimana mestinya, melainkan bangunan darurat berdinding seng, beratap seng, dan berlantaikan semen kasar yang dibangun secara swadaya oleh warga, guru, dan orang tua murid. Saat matahari terik, suhu di dalam ruangan dapat meningkat drastis hingga membuat siswa berkeringat dan kesulitan berkonsentrasi.

“Ini keputusan yang berat, tapi tak ada pilihan lain. Kami ingin kegiatan belajar tetap berjalan, meski dengan kondisi yang sangat terbatas,” ujar Kepala Sekolah SDN-1 Tumbang Lampahung, Friskila, Jumat (8/8/2025).

Pendidikan Terpinggirkan? SD di Gunung Mas Harus Belajar di Ruang Tak Layak
Pendidikan Terpinggirkan? SD di Gunung Mas Harus Belajar di Ruang Tak Layak

Baca Juga : Lubomirski s Rebellion Wikipedia Bahasa Inggris

Bangunan Darurat Hasil Swadaya, Proses Belajar Terus Berjalan

Friskila menjelaskan bahwa kebutuhan ruang kelas di sekolahnya sangat mendesak. Idealnya, sekolah tersebut membutuhkan setidaknya tiga hingga empat ruang kelas tambahan untuk menampung seluruh siswa dari tingkat PAUD hingga kelas VI yang jumlahnya sudah mencapai ratusan.

Namun, keterbatasan anggaran dari pemerintah membuat proses pembangunan tak kunjung terealisasi. Sebagai solusi darurat, pihak sekolah bersama komite dan wali murid bersepakat untuk membangun ruang kelas sementara dengan dana seadanya.

“Pembangunan dilakukan gotong royong oleh masyarakat, guru, dan komite sekolah. Alhamdulillah, selesai dalam waktu kurang dari seminggu. Tapi tentu ini jauh dari kata ideal, apalagi untuk anak-anak yang mengikuti program full day school,” tambah Friskila.

Belajar dalam Panas dan Bising, Siswa Tetap Semangat Meski Serba Terbatas

Meski kondisi sangat jauh dari layak, para siswa tetap datang ke sekolah setiap hari dengan semangat belajar yang tinggi. Namun tak dapat dipungkiri, kondisi ruang kelas seng membuat mereka cepat lelah, kepanasan, dan tidak bisa berkonsentrasi maksimal. Hal ini tentu berdampak pada efektivitas pembelajaran dan kenyamanan psikologis anak-anak.

“Kalau siang hari, anak saya pulang mengeluh pusing karena kepanasan. Apalagi mereka sekolah sampai jam tiga sore. Kami sebagai orang tua sangat prihatin,” ujar Mamah Acan, salah satu wali murid dengan wajah penuh kekhawatiran.

Dinas Pendidikan Akui Keterbatasan Anggaran, Janji Masukkan ke APBD 2026

Menanggapi kondisi ini, Kepala Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Gunung Mas, Aprianto, membenarkan bahwa ruang belajar darurat tersebut memang dibangun dari hasil swadaya masyarakat dan sekolah.

Ia mengakui bahwa pihaknya menyadari kondisi ini, namun keterbatasan anggaran menjadi alasan utama belum terbangunnya ruang kelas baru di SDN-1 Tumbang Lampahung.

“Saat ini anggaran kami sangat terbatas. Tapi kami sudah mencatat dan akan mengusulkan pembangunan ruang kelas permanen untuk sekolah tersebut di anggaran perubahan atau masuk dalam APBD murni tahun 2026,” ujar Aprianto.

Ia juga menambahkan bahwa Disdikpora akan segera melakukan pemantauan langsung ke lapangan dan menjadikan SDN-1 Tumbang Lampahung sebagai prioritas pembangunan sarana pendidikan tahun depan.

Pendidikan Layak, Hak Dasar Anak yang Harus Dipenuhi

Kondisi yang dialami siswa-siswi SDN-1 Tumbang Lampahung menjadi refleksi bahwa masih ada daerah yang tertinggal dalam hal pemenuhan hak dasar pendidikan yang layak. Dalam suasana belajar yang panas, minim cahaya, dan tanpa ventilasi, anak-anak tetap berusaha menyerap ilmu dengan tekun.

Ironisnya, di saat pemerintah pusat gencar mengampanyekan digitalisasi dan modernisasi pendidikan, masih ada sekolah yang harus bertahan dengan ruang kelas seng yang tak layak huni.

Warga dan pihak sekolah pun berharap, janji pemerintah daerah tidak hanya menjadi catatan anggaran, tapi benar-benar diwujudkan dalam bentuk bangunan nyata yang bisa membawa perubahan bagi masa depan anak-anak desa.

“Kami tidak minta fasilitas mewah. Cukup ruang kelas yang layak, aman, dan nyaman untuk anak-anak kami belajar. Itu sudah sangat cukup,” tutup Friskila penuh harap.

Klik Disini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *